Puisi-Puisi Suyan Kasyifa


Terkoyak cinta

Cinta...
Aku muak
Aku benci
Aku marah
Ingin sekali aku berlari merusaknya
Merobek hingga berkeping lalu menginjaknya
Hingga tanah menelannya
Tapi aku tak pernah tahu dia dimana
Aku menangis sendiri
Menangisi diri yang semakin terkoyak cinta
Lombok, 2013
#

Sajak tikus di lumbung padi
Kugali di sembarang jalan
menemukan segenggam emas yang mungkin tertimbun di bawah aspal hitam
untuk menutup mulut yang selalu tertawa melihatku menyeret sepatu
Di antara fatamorgana yang menanti
Panas memang!!
Karena tak mungkin air mengalir dari tengah hitamnya jalan
Bukan  begitu maksudku
Karena di sebelah sana rumah itu bisa berdiri karena jalan itu
Aneh memang
Tapi itulah yang terjadi
Mereka mengikis jalan itu untuk menambal gubuk hingga seperti istana
Memang!!! Itu seperti tikus di lumbung padi
Makan sepuasnya.... tapi akhirnya mati!

Lombok, 2013
 #

Dalam dawai itu
Dalam dawai itu tersimpan sejuta bait lagu
Mampu membuatmu menangis, tertawa, bahkan mengejek
Asal mampu merangkai kata
Jangan khawatir !! zaman ini akan mendengarmu
Karena reformasi mengajarkan kita berbicara dan mendengar
Juga membalas dan pidana
Lalu angkat tangan dan belalakkan mata
Kemudian berlari
Karena sekarang arus banjir menghantam dari mana-mana
Merobohkan naluri dan imaji
Tapi dawai masih mengeluarkan bunyi
Hanya bunyi
Karena dia hanya digerakkan
dia memang benda mati
Hahahaha dawai hanya benda mati.

Lombok, 2013
#

Sampai gelap menutupi corak luka hatiku
Merenung dan merenung
Tak sadar
Kau sudah pergi menjauh
Meninggalkan kata yang tak terucap
Meninggalkan corak luka di hatiku yang tak mampu mengeluarkan sekedar sendawa
Sebaagai simbol
Aku inginkan kamu
Aku tak mampu
Bayangmu tak terlihat
Air mata tak terbendung
Karena panas cinta semkakin membakar jiwaku
Ingin kutelanjangi waktu agar berhenti berputar
Tapi tak ada dayaku
Hilang telah datang
Sesalpun muncul mengutukku
Membuatku rontok; beterbangan tertiup angin sore
Sampai gelap menutupnya.

Lombok, 2013
 #

Dahaga
Sekian lama dahaga
Meskipun air itu di depanku
Tapi tak terasa karena kau menambahkan garam di dalamnya
Banyak tapi lewat begitu saja seperti air laut
Selalu mengalir ke samudra
Membuatku tak mengerti
Selau begini saja
Jadinya
Lombok, 2013
 #

Saat Airmata mulai mengembun dipelupuknya
Berteriak sambil  menghentakkan kaki
Menendang serpihan kasih yang semakin tipis
Tak karuan jadinya...
Serpihan itu berlalu hingga menghilang
Hanya roh-roh yang mulai bergentayangan
Menarikan arti kasih yang masih fana
Begitu hinakah diriku hingga tak boleh memiliki kasih?
Tanya itu bergelantungan di dadaku
Tersapu saat air mata mulai mengembun di pelupuknya
Hati menjadi batu hingga tak ada gairah untuk mencari kasih
Biarkan saja pergi!!!
Aku tak peduli!!! Karena segalanya memang hina…
Lombok, 2013
 #

Sebelum sampai tawa hanya untuk dirinya itu
Dengar!
Perbanyaklah itu
Saat kupingmu masih terbuka lebar
Lihat!
Perbanyaklah itu
Saat matamu masih mampu terbuka
Karena akan ada badai besar
Yang mampu menyumpal hidung dan telinga
Tak ada yang mau melihat
Tak ada yang mau mendengar...
Hingga tawa hanya untuk dirinya...
Sampai semua mati!!!!
Lombok, 2013
#

Ketika tak ada logika
Bertahan menghembuskan nafas
Menggelembungkan senja yang semakin berarak ke barat
Ingin tidur dia....
Penat seharian menyinari muka-muka kosong yang mengeluarkan tawa
Tak ada logika disana...
Hanya nafsu semata
Lengang perasaan walau garis yang tergaris jelas
Melintang seakan mau berteriak
Namun tak ada yang peduli
Karena hidup memang sesaat....
Menikmatinya, itulah yang terpikirkan....

Lombok, 2013
#

Pada suatu dini
Saat angin melambungkan dingin....
Berselimut rindu kaki berpijak
Mencari seliter air untuk membasuh mulut wajah
tangan telinga kepala dan kaki
harus bersih!!!!!!
Teriak angin saat air itu menyentuh lidah
Banyak kebohongan yang tercipta disana
Harus bersih!!!!
Teriak angin itu saat menyentuh wajahku
Banyak kepalsuan tercipta disana
Harus bersih!!!!!!
Teriak angin itu saat telingaku tersentuh dingin...
Banyak fitnah yang sudah dimakannya
Harus bersih!!!!
Teriak angin itu saat kepalaku tersentuh dingin
Banyak limbah disana..
Harus bersih!!!!!
Angin itu semakin keras berhembus
Saat dingin kembali menyentuh kakiku
Banyak langkah sesat yang menyatu dengannya
Harus berrsih!!!!
Harus bersih!!!!!
Dingin itu membuatku menggigil.

Lombok, 2013
#

Akan kembali jua menjadi tanah
Kawan!!!
Llihatlah serpihan  kayu kering itu!!!
Berlumuran tanah sampai berubah menjadi tanah
Tahukah kamu!!!!
Begitulah hidupmu
Dari tanah menjadi tanah
Tanah itu letaknya dibawah kakimu kawan!!!
Tak berharga........
Walau gunung dan langit menyelimutimu
Tanah tetap selalu terinjak

Lombok, 2013
#

Aku (benar-benar tak mengerti suara binatang)
Setiap malam dalam tidurku
Kudengar anjing-anjing jalanan itu  berbicara sesaamanya
Ribut memang!
Tapi tak kuhiraukan karena aku memang tak mengerti
andai aku mengerti mungkin aku akan berjalan dan mendengarkan mereka
Tapi aku tak mengerti sama sekali
Atau pura-pura tak mengerti??
Ah, aku memang tak mengerti suara binatang
Apalagi yang jalan seperti anjing
Hanya peribut malam..
Itulah yang kutahu..

Lombok, 2013
#

Debu Lugu
Mengalirkan semuanya satu persatu begitu sulit
Karena celah untuk mengalir tertutup debu terlalu tebal
Mencari jalan yang lain ?
Itu tak mungkin
Karena debu terlalu banyak di mana-mana
Keluh yang bertambun itulah asalnya
Terlalu banyak keluh yang keluar dari mulut –mulut lugu itu
Andai hujan cepat turun
Mengalirkan air lebih banyak untuk menghapuskan debu-debu itu
Tapi angin masih enggan membawa hujan
Hanya melihat dan tertawa mengejek
Sambil sesekali ikut meniupkan debu hingga mata tak bisa melihat
2013
#

Menyendiri
Menyendiri
Kadang memiliki arti yang luas
Terbenam kasih di dalam diri mampu di artikan lebih
Lebih mengutamakn rasa dari logika
Membuat hati kadang cerah berakhir pilu
Enggan diriku melangkah
Menapakkan kaki mencari sesamaku
Agar sendiri tak lagi tercipta
Karena bersama tak seindah sendiri
Ini sering membuatku bertanya
Haruskah aku selalu sendiri?
Mengutarakan tanya yang kujawab sendiri
Karena memang tak ada yang akan menjawabnya
Aku memang sendiri.
Lombok, 2013
#

Dialah yang melihat kabut itu
Tak ada yang jelas sekarang
Semuanya tertutup kabut
Meski semua orang mengatakan jelas
Tapi mata tak mampu di bohongi
Karena dialah yang melihat kabut itu
Beriringan menyerbunya
Tiupan keluh seringakali terlontar
Namun sia-sia karena kabut semakin saja menebal
pekat,,sampai mengalahkan malam
Hingga tiap orang tak mampu lagi memilih
Membuka mata meskipun perih itulah jadinya
Daripada menjadi buta,, membuka mata mungkin lebih baik
Lombok, 2013
#

Lihat saja petani itu selalu saja miskin
Sering kudengungkan kata
Untuk apa mencari tahta????
Dengan bantuan bodohnya janji yang fana
Namun semuanya tak terelakkan
Karena dunia ini penuh dengan ancaman
Lihat saja petani itu selalu saja miskin
Padahal dia pemilik lumbung makanan
Tersenyum bahagia memamerkan lumbungnya
Namun termenung saat semua diubah menjadi fatamorgana oleh tangan-tangan bertahta
Masih ingin kau tanyakan semua itu?
Atau kau sudah mengerti..bahwa tahta segalanya?!
Lombok, 2013
#

Ayahku
Kukatakan pada ayahku tak bosankah kau menjadi orang miskin??Ayah hanya terdiam karena air mata dan amarah mengunci mulutnya, hanya sikap yang ia tunjukkan dengan  mencangkul dan menanam rutin di tanah orang yang ia akui, memupuk denag riang ibarat menggendong bayi, hati-hati dan teliti, ketika panen tiba hatinya riang bukan kepalang, mengajakku dan ibu turun memetik hasilnya, bahagia...bahagia...hingga butir-butir peluh tak ia hiraukan,, namun saat sore beranjak datang semuanya terdiam, karena semuanya kosong, panen seperti fatamorgana,,hanya terlihat tapi tak dirasakan...ayahku hanya diam membisu
Lombok, 2013
#

Tentang Penulis
Suyan Kasyifa, meraih gelar QH di Ma’hadah Darul Qur’an wal Hadits NW Pancor pada 2013. Sekarang, mahasiswa STKIP Hamzanwadi Selong pada Program Studi Pend. Bahasa dan Sastra. Juga penggiat sastra di Sastra Senja Lombok Timur.

No comments:

Post a Comment