Nadir
lantaran kita sama-sama muda
mengea dalam timangan bumi yang
sama
lalu,
sembari menyulam
sembari menyulam
masing-masing cita kita
kau adalah kekasih
peramu nadir
yang tak sempat
kusampaikan
Nadir adalah sebuah puisi
yang sangat padat, menyiratkan kedalaman makna yang tak kunjung usai bila ingin
terus digali, diusut, diinterpretasi. Pilihan kata yang tepat dan susunan baris
yang sederhana membuatnya terkesan nyentrik. Sehingga tatkala pertama kali saya
membacanya seperti nyeletuk di dalam jiwa saya. Dan pada kesempatan ini saya
pun ingin tau lebih jauh kedalaman makna itu, meskipun hanya sekedar membuka
tirai, tak sampai masuk begitu dalam.
Puisi yang berjudul Nadir
ini merupakan salah satu judul puisi dalam bunga rampai “Yang Tak Sempat
Kusampaikan” Karya Harry Ell Hariri. Menurut saya kumpulan puisi ini mirip
sarang lebah. Sedangkan “Nadir” adalah seekor lebahnya yang paling menyengat.
Sebagai pijakan, saya
menganalisis pusi ini dari perspektif semiotik. Semiotik berasal dari kata
smeion (Yunani) yang berarti tanda. Semiotik adalah ilmu yang meneliti
tanda-tanda, sistem-sistem tanda, dan proses suatu tanda diartikan (dalam Taum,
1997).
Studi tentang tanda itu
disebut juga dengan“Semiologi, diperkenalkan pertama kali oleh Ferdinad de
Saussure ahli lingusitik berkebangsaan Swiss. Menurut Seassure bahasa adalah
sistem tanda, dan tanda merupakan kesatuan antara dua aspek yang tak
terpisahkan satu dengan yang lain, yakni signnifiant (penanda) dan signifie
(petanda). Penanda adalah asfek formal atau bunyi pada tanda itu. Sedankan
petanda adalah asfek makna atau konseptual dari suatu penanda (Taum. 1997).
Sehingga studi sastra
bersifat semiotik adalah usaha untuk menganalisis karya sastra, dalam hal ini
puisi, sebagai suatu sistem tanda-tanda dan menentukan konvensi-konvensi apa
yang memungkinkan karya sastra mempunyai makna (Pradopo, 2012 : 123)
Berpijak dari
pengertian-pengertian di atas, maka pada kesempatan ini saya mencoba menemukan
makna dari tanda (sign) dalam puisi “Nadir” Karya Harry El Hariri.
Kata nadir dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan kata sifat yang berarti jarang ada,
jarang didapat, luar biasa. Kata nadir sendiri diadopsi dari bahasa Arab yang
berarti jarang.
Sehingga bila
diinterpretasi lebih jauh kata nadir pada pusi di atas bisa berarti jarang
bertemu, jarang bertatap wajah (dalam perspektif perjumpaan). Atau bisa juga
jarang ditemukan karena kelangkaannya, keganjilannya, bahkan kemisteriusannya.
Kata nadir dalam puisi
tersebut yang sekaligus dipilih sebagai judulnya merupakan kata sifat yang
ditujukan kepada seorang gadis yang pernah dijumpai oleh sang penyair sendiri.
Perjumpaannya dengan gadis tidaklah terlalu khusus (spesial) namun telah mampu
memberi ruang yang berbeda pada hati sang penyair sehingga diabadikan dalam
bentuk puisi nadir.
lantaran kita sama-sama
muda
mengea dalam timangan
bumi yang sama
lalu,
sembari menyulam
(merenda,mengejar)
masing-masing cita
(harapan) kita
Perjumpaan sang penyair
dengan sang gadis tatkala mereka masing-masing sedang dalam kondisi mengejar
mimpi (bersekolah). Kita lihat pada bait /sembari menyulam/ . Kata menyulam
sendiri berarti merenda kain. Sehingga merujuk ke kehidupan sehari-hari menjadi
merancang, menyusun rencana, mengejar. Sedangkan pada bait /masing-masing cita
kita/ maksudnya sebenarnya yakni masing-masing harapan kita, masa depan kita.
Sehingga bila digabungkan akan seperti ini:
lantaran kita sama-sama
(masih) muda. (Kita pun bertemu pada sebuah tempat) mengea dalam timangan bumi
yang sama (yakni di sekolah/kampus). Lalu sembari (kita merancang) menyulam
masing-masing cita (dan masa depan) kita.
/Kau adalah kekasih/,
merupakan kalimat yang taksa (ambigu). Kalimat tersebut adalah kalimat
pernyataan yang menimbulkan pertanyaan. Pertanyaan yang akan timbul kira-kira:
Kekasih siapa? Kemudian lebih lanjut akan muncul pula pertanyaan : Apakah kamu
sudah punya kekasih?
Sang penyair sendiri
tidak mengatakan /Kau adalah kekasihku/. Karena memang penyair belum sempat
mengatakan pertanyaan-pertanyaan yang implisit tadi. Terlihat pada bait /yang
tak sempat kusampaikan/. Sang penyair juga belum sampai mengungkapkan perasaan
cinta kasihnya. Dalam hal ini sang penyair sangat tepat dalam menggunakan
diksi.
Kemudian bila ditinjau
dari lapis suara (sound stratum), puisi ini menggambarkan perasaan yang cukup
berat. Pada setiap barisnya didominasi oleh vokal /a/ dan /u/, kemudian banyak
berkombinasi dengan konsonan /m/, /n/, /ng/. Penggunaan vokal bersuara tersebut
dalam puisi biasaya dipergunakan sebagai lambang rasa berat (klanksymboliek).
Dalam sudut makna yang
lebih jauh, rasa berat itu sesungguhnya efek dari sifat dan sikap si gadis. Di
mana gadis yang ditemukan dikatakannya sebagai /peramu nadir/ yakni pembuat
penasaran karena jarangnya. Lagi-lagi kata jarang di sini bermakna taksa
(ambigu). Seperti yang dikatakan di awal tadi apakah mungkin karena jarang
bertemu, ataukah jarang oleh sebab kelangkaannya (gadis itu). Inilah memang
dunia puisi.
Wallahua’lam bissawab.
Abduh Sempana,
TM , 7 April 2015
No comments:
Post a Comment