“Ternyata Kamu”
Pak
Rusli, guru muda itu pusing melihat kelakuan peserta didiknya. Bagaimana tidak,
setiap hari ia disuguhkan pemandangan ruang kelas yang sangat kotor yang dipenuhi
sampah-sampah dan genangan air. Padahal pagi harinya ia melihat ruangan itu
dalam keadaan bersih dan rapi. Tidak satu pun sampah-sampah berserakan di
sana-sini.
“Anak-anak
zaman sekarang memang sukar diatur. Semakin dilarang malah semakin seperti
disuruh. Keterlaluan.” Pikir Pak Rusli.
“Hmm...Bapak
kok kelihatan murung pagi ini, kenapa ya?”
“Vera,
siapa yang membuang sampah sembarangan di dalam kelas?” Pak Rusli menjawab
peserta didiknya itu dengan sebuah pertanyaan.
“Tidak
tahu Pak, padahal tadinya bersih kok.”
“Sebelum
lonceng masuk berbunyi, tolong ajak teman-temanmu membersihkannya.”
“Baik
Pak.” Vera bergegas pergi sambil mencibirkan bibirnya.
Keesokan
harinya Pak Rusli kembali melihat keadaan di ruang kelas XI-C.
“Memang
benar-benar keterlaluan. Padahal setiap hari diperingatkan agar tidak membuang
sampah sembarangan, tetapi tetap tidak diindahkan. Apakah ada sekelompok siswa
yang sengaja membuat ulah seperti ini. Apa maksud mereka. Ruang kelas dibuat
seperti TPA. Padahal sudah ada bak sampah yang sudah disiapkan di luar.”
Pak
Rusli mondar-mandir di sekitar teras kelas. Di lihatnya pula keadaan kelas yang
lain. Kelihatan bersih dan rapi. Ia menghela nafas panjang. Selanjutnya ia
pergi ke perpustakaan untuk menenangkan pikirannya. Dan di dalam perpustakaan
hanya ada seorang siswi yang sedang asyik membaca buku.
“Vera,
kamu tidak main seperti teman-teman kamu yang lain?”
“Malas
Pak, mending di perpus ajjah, baca-baca buku gitu.”
“Bagus,
keputusan yang sangat bijak.”
“Oya, kebetulan ada yang ingin kutanyakan pada
Bapak.” Tanpa malu-malu Vera mendekati Pak Rusli guru matematikanya itu. Pak
Rusli agak gugup.
“Apa
itu?” Tanya Pak Rusli penasaran.
“Maaf
sebelumnya, boleh Vera duduk di dekat Bapak?”
“Silakan!”
Sahut Pak Rusli yang masih kelihatan bingung.
“Apa
yang mau ditanyakan Ver?”
Vera
diam sejenak lalu kembali menyahut.
“Mmm...
mau ngobrol-ngobrol aja dengan Bapak. Karena aku tau saat ini Bapak sedang
pusing. Atau maaf ya Pak, kalau seandainya saya mengganggu.”
“Tidak
apa-apa, ternyata kamu bisa perhatian juga ya.” Pak Rusli tersenyum.
“Dikit
Pak, Hehehe...”
Pak
Rusli bertambah bingung. Tidak biasanya ia bercakap-cakap dengan seorang siswi seperti
ini. Bahkan ini yang pertama kali. Apa lagi duduk berduaan pada tempat yang
agak sepi. Pak Rusli pun akhirnya mejadi khawatir jika terjadi salah-salah duga
oleh peserta didik lain yang kebetulan nantinya lewat. Tetapi utunglah tidak
satu pun peserta didik yang nongol sampai bel tanda masuk berbunyi. Mereka pu
akhirnya keluar
Esok
harinya, Pak Rusli kembali memeriksa ruangan kelas IX-C. Keadaanya semakin
bertambah parah. Meja bangku jungkir balik. Sampah-sampah berkeliaran. Air
basuh tangan tumpah ruah di lantai.
“Riko,
siapa yang membuah sampah-sampah di dalam kelas itu?”
“Tidak
Tahu Pak.”
“Sinta,
“
“Ya
Pak!”
“Siapa
yang bikin ulah di dalam kelas itu.” Tanya Pak Rusli geram.
“Tidak
Tahu Pak. Sumpah. Mungkin anak laki-laki yang melakukannya. Saya duduknya di
depan kok Pak. Memangnya kenapa ya, Pak?”
Pak
Rusli semakin kesal. Kupingnya memerah mendengar jawaban salah seorang siswi
tadi.
“Ajak
teman-teman kamu membersihkannya!”
“Besok
aja yang giliran piket membersihkannya Pak.” Siswa itu langsung meninggalkan
Pak Rusli.
“Pak,”
“Vera,
kebetulan sekali kamu ada di sini. Siapa yang kembali membuat ulah dengan
mengotori dan membuat berantakkan meja bangku di dalam kelas ini. Bukankah ini
kelas kamu?”
“Benar
Pak, ini kelasku. Kenapa bisa jadi begini. Tadi tidak kenapa-kenapa kok Pak.”
“Siapa
yang jadi ketua kelas?” Tanya Pak Rusli.”
“Saya
Pak.” Jawab Vera.
“Baiklah,
nanti kalau sudah masuk saya akan mengecek siapa yang melakukan perbuatan melanggar
tata tertib ini.”
Tak
lama setelah itu bel pun berbunyi. Siswa-siswi berhamburan masuk ke dalam
kelas. Guru-guru yang akan mengisi jam pelajarannya juga sudah mengikuti mereka
dari belakang. Kebetulan saat itu Pak Rusli memiliki Jam mengajar di kelas XI-C.
Pak
Rusli pun masuk ke dalam kelas. Dilihatnya kelas masih dalam keadaan kotor.
Bahkan semakin bertambah jorok. Hal itu membuat darah guru muda itu menjadi
naik. Ingin segera ia memberikan sanksi yang setimpal kepada siapa saja yang membuat
tidak nyaman itu.
“Anak-anak,
saya ingin bertanya kepada kalian. Kalian harus menjawab pertanyaan saya dengan
jujur. Ingat. Jangan sampai membuat saya bertambah marah. Sekarang katakan
siapa yang sengaja mengotori ruang kelas ini?”
Suasana
menjadi hening. Tak satu pun peserta didik yang berani melihat sorot mata Pak
Rusli yang terkenal galak itu. Bahkan tak ada yang berani bergerak.
“Ayo
kalian jawab! Kalian jangan beraninya cuma berbuat saja tetapi takut
mempertanggungjawabkannya.” Wajah Pak Rusli memerah.
Tepat
pada barisan bangku sebelah kanan-depan, Vera duduk dalam keadaan cemas dan
takut. Kaki dan tangannya dingin. Keringat mengalir pada pipinya yang lembut
itu. Jantungnya berdegup kencang seakan mau copot. Sesekali ia merunduk
mengusap keningnya dengan tissu. Tetapi tetap saja keringat dingin itu
mengalir.
Darrr!!!
Suara
meja yang dipukul Pak Rusli membuat semua yang ada di dalam kelas itu terkejut.
Meski pun begitu ada juga yang kelihatan cengar-cengir di belakang.
“Kami
tidak tahu Pak...” Tiba-tiba seorang siswa laki-laki menyahut.
“Baiklah,
kalau memang diantara kalian satu pun tidak ada yang mau mengaku, sekarang juga
saya akan menghukum kalian semuanya.”
“Ssss...ssaya, saya Pak.”
“Vera,
maksud kamu?”
“Ya,
saya yang melakukannya Pak.”
Pak
Rusli menelan ludahnya. Emosinya menjadi kalang kabut. Meski demikian, ia masih
berusaha menunjukkan kemarahannya di depan siswa.
“Bagaimana
ini bisa terjadi.” Kata Pak Rusli dalam hati.
Tumbuhmulia, 2013
No comments:
Post a Comment